Yogyakarta - Bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi DIY, LPJK mengadakan sosialisasi di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) pada tanggal 2 Mei 2024. Kegiatan tersebut mengambil tema "Peran LPJK Kementerian PUPR dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi serta Pemahaman Regulasi dan Mekanisme Kegagalan Bangunan."
Hadir secara langsung Bapak Taufik Widjoyono selaku Ketua LPJK, Bapak Ludy Eqbal Almuhamadi selaku Pengurus LPJK Bidang I, Bapak Agus Taufik Mulyono selaku Pengurus LPJK Bidang III, Bapak Tri Widjajanto selaku Pengurus LPJK Bidang IV, Bapak Manlian Ronald Adventus Simanjuntak selaku Pengurus LPJK Bidang V dan Bapak Syarif Burhanuddin selaku Pengurus LPJK Bidang VI. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Ibu Anna Rina Herbranti selaku Kepala Dinas PUPESDM DIY
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 mengamanatkan bahwa setiap Tenaga Kerja Konstruksi (TKK) harus kompeten dan memiliki sertifikat keahlian. Dengan adanya peraturan terbaru dan LPJK yang kini menjadi lembaga non-struktural di bawah Kementerian PUPR, kebijakan mengenai Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi (SKK-K) menjadi lebih ketat. “Proses sertifikasi saat ini tidak lagi dilakukan oleh LPJK namum dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) berlisensi yang dibentuk oleh asosiasi profesi jasa konstruksi terakreditasi. Selain itu, terdapat kebijakan bahwa satu TKK hanya boleh memiliki maksimal 5 (lima) SKK-K. Beberapa profesi TKK juga belum memiliki pengampu, yang menyebabkan penurunan jumlah SKK-K di Indonesia,” terang Ketua LPJK.
Bapak Syarif Burhanuddin mengatakan, “untuk mengatasi penurunan jumlah pemilik SKK-K, LPJK mengusulkan beberapa solusi, antara lain mewajibkan PJTBU (Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha) untuk memiliki SKK-K Ahli serta mengoptimalkan sertifikasi jenjang terampil dan jenjang 7 bagi lulusan pendidikan (SMK, D1, D3, S1/D4). Harapannya dengan Langkah ini dapat menambah jumlah pemilik SKK-K di Indonesia.”
Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penilai Ahli, Kegagalan Bangunan, dan Penilaian Kegagalan Bangunan mengamanatkan kepada LPJK untuk membuka pendaftaran, melakukan pelatihan dan uji kompetensi, serta melakukan registrasi/pencatatan penilai ahli. LPJK juga bertugas menetapkan dan menugaskan penilai ahli dalam hal terjadinya kegagalan bangunan serta melakukan pembinaan terhadap mereka.
Kegagalan bangunan adalah keadaan di mana bangunan runtuh atau tidak berfungsi setelah penyerahan akhir hasil jasa konstruksi. Penyebabnya dapat bervariasi, termasuk desain yang buruk, bahan yang tidak sesuai, pelaksanaan konstruksi yang tidak tepat, serta pemanfaatan atau pemeliharaan yang tidak benar. “Kegagalan konstruksi dan bangunan ini belum banyak dipahami oleh masyarakat. Penetapan kegagalan bangunan hanya bisa dilakukan oleh penilai ahli yang memiliki surat tugas dari LPJK atas nama Menteri PUPR. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi lebih luas kepada Masyarakat,” jelas Bapak Agus Taufik Mulyono.
Proses pencegahan kegagalan bangunan harus dimulai sedini mungkin dari tahap perencanaan, pengadaan, hingga pelaksanaan. Pembuatan desain dan konstruksi bangunan harus dilakukan dengan mengikuti aturan dan spesifikasi teknis yang ada, serta dengan penuh kehati-hatian. Penting untuk mencegah terjadinya kegagalan bangunan melalui langkah-langkah pencegahan sejak awal proses konstruksi.
Untuk mencegah kegagalan bangunan, pelaku pembangunan dan para pelaksana teknis perlu dibekali dengan pemahaman dan penilaian mengenai kegagalan bangunan. Banyak kerusakan yang dilaporkan kepada Kementerian PUPR sebagai kegagalan bangunan oleh masyarakat dan aparat penegak hukum. Untuk mempermudah proses pembinaan kepada masyarakat, LPJK telah membentuk Forum Penilai Ahli Kegagalan Bangunan. Forum ini tidak hanya sebagai wadah resmi untuk pemberdayaan dan pengawasan, tetapi juga sebagai sarana komunikasi dan silaturahmi antar penilai ahli kegagalan bangunan di Indonesia yang telah terdidik dan tercatat dalam Sistem Informasi Konstruksi Indonesia (SIKI).